Thursday, 14 July 2016

Uzumaki Family (Chapter 3)

Jika kalian ingin mendownload game disertai cara mengistalnya hingga berhasil silahkan kunjungi


http://crackedgamessoftware.blogspot.co.id/
Disana ada game terbaru seperti pokemon GO, Necropolis dan masih banyak yang lainya



Uzumaky Family
I'll Protect You by Rameen
[U. Naruto x H. Hinata] U. Bolt., U. Himawari
Romance dan Family
Note : OOC / Canon / Typo / NaruHina slight BorutoSarada
Brak duk bruk dug duak bruk…
"Ittaaiiiiii…"
Hinata berkedip bingung saat mendengar suara berisik dari lantai atas yang disusul erangan sakit dari putranya. Wanita cantik itu berjalan untuk mengecek tapi saat dia mulai melangkah di belokan dapur dia reflek melangkah mundur dengan terkejut karena hampir tertabrak Boruto yang berlari kearahnya.
"Boruto-kun, kau kenapa?"
"Hanya jatuh dari tangga Kaa-chan, tapi tidak apa." Boruto nyengir lebar, "Oh ya sepertinya aku terlambat, aku pergi dulu ya.."
"Tapi sekarang masih jam setengah tujuh pagi."
Tap… langkah Boruto berhenti dan dia berbalik dengan wajah bingung.
"Setengah tujuh? Tapi jam dikamarku sudah menunjukkan jam sembilan lewat."
Hinata menghela nafas dan menggeleng. Dia memang heran saat tadi Boruto bilang terlambat, biasanya suami dan putranya itu baru mulai keluar rumah pukul setengah delapan. "Kau lupa? Jam dikamarmu itukan mati, Boruto. Baterainya belum di ganti."
Bocah laki-laki itu berkedip, berpikir dan… tak lama dia memukul keningnya. "Benar ttebasa! Jam itu mati. Hah, kalau tahu begitu lebih baik aku tidur lagi." Keluhnya kemudian.
"Eh, kok tidur lagi? Memangnya kenapa kalau bangun pagi. Kan lebih segar."
"hehehe…" bocah laki-laki itu menggaruk kepalannya yang tidak gatal, membuat Hinata tersenyum dan menggeleng lagi.
"Sudahlah, bagaimana kalau kau membantu Ibu menyiapkan sarapan, setelah itu bangunkan Ayah dan Adikmu."
"Baiklah. Serahkan padaku!" wanita berambut indigo itu lagi-lagi tersenyum melihat tingkah sang anak.
. . .
"Ugh.." kali ini Hinata mengernyit bingung saat Naruto datang dengan wajah menahan sakit sambil memegang perutnya. Seingatnya tadi dia menyuruh Boruto membangunkan Naruto dan Himawari, lalu kenapa suaminya sekarang terlihat sedang sakit.
"Naruto-kun, kau tak apa?" dia dengan cepat membantu suaminya duduk dikursi makan. "Kau kenapa dan… dimana Boruto?"
"Hm, mungkin dia sedang membangunkan Hima. Semoga dia tidak membangunkan adiknya dengan cara yang sama seperti dia membangunkanku." Wajah Naruto masih menekuk lucu. Hinata hanya menghela nafas karena sudah tahu bagaimana cara Boruto membangunkan Ayahnya.
"Sudahlah, mungkin dia hanya bercanda." Hinata bicara sambil kembali menyajikan makanan di atas meja.
"Bercanda? Dia melakukannya hampir setiap hari Hime…" pria pirang itu mulai merengek di pagi hari. Tapi Hinata hanya diam membuat Naruto mengerucutkan bibirnya. Saat wanita itu sedang menaruh sendok diatas meja, dengan cepat dia menarik sang istri ke pangkuannya.
"Kyaa.. Naruto-kun.." Hinata protes, tapi Naruto hanya nyengir lebar tanpa melepas pelukannya dipinggang sang istri agar wanita itu tidak bisa beranjak dari pangkuannya. "Naruto-kun, aku harus meyiapkan sarapan, lagipula nanti anak-anak lihat."
"Boruto akan lama jika membangunkan Hima. Dia akan menunggu adiknya mencuci muka dan gosok gigi, baru bersama turun ke dapur. Jadi tenang saja dattebayo!" Naruto semakin mengeratkan pelukannya.
"Hime, besok kau saja yang membangunkan aku.."
"Kenapa?"
"Aku lebih suka dibangunkan dengan ciuman daripada dengan tinjuan." Wajah Hinata memerah mendengar perkataan Naruto, dia ingat kalau dia memang selalu mencium Naruto agar suaminya itu bangun. "Boruto itu selalu membangunkanku dengan cara kasar, kalau tidak menindihku, dia pasti akan meninju perutku."
Bibir Naruto makin mengerucut saat mengingat bagaimana cara sang anak membangunkannya. Jelas jika di bangunkan istri akan lebih menyenangkan, atau dibangunkan putrinya yang lucu. Hima juga akan membangunkannya dengan lembut. Bukannya seperti Boruto.
"Hah,, aku kan harus menyiapkan sarapan."
"Tapi kau bisa membangunkan aku sebentar setelahnya."
"Membangunkanmu tidak mungkin sebentar Naruto. Karena kau susah sekali bangun."
"Hime, jangan mengataiku.." Hinata tersenyum geli mendengar rengekan Naruto. Suaminya yang lucu, ceria dan manja. Tentu saja suami yang sangat ia cintai. "Lagi pula kenapa sih, Boruto selalu membangunkanku dengan kasar."
"Kalau tidak begitu, Tou-chan tidak akan bangun!"
Sepasang suami istri itu kaget mendengar suara putranya. Dan Hinata langsung memaksa melepas pelukan suaminya. Membuat Naruto tambah cemberut.
Pria pirang itu menoleh dan menatap putranya, "Kau juga selalu mengganggu Tou-chan."
Boruto hanya mengangkat bahu cuek.
"Ohayou Papa.." seketika senyum Naruto kembali saat putri kecilnya menyapa. Dia segera menarik putrinya ke pangkuannya dan mencium pipi gembil mirip Hinata itu.
"Ohayou sayang. Kau baik-baik saja?"
Himawari mengernyit lalu mengangguk, "Iya!"
"Boruto-nii tidak membangunkanmu dengan kejam kan?"
"Aku tidak mungkin tega pada Hima." Boruto menyela cepat.
"Lalu kenapa kau tega pada Tou-chan?"
Kedua perempuan yang ada disana hanya menghela nafas dan menggeleng saat kedua laki-laki disana kembali bertengkar. Hal yang sudah sangat biasa.
. . .
Seperti tim 7 dahulu, tim Konohamaru selalu berkumpul dijembatan jika akan melakukan misi, berlatih atau hanya sekedar menyampaikan pengumuman dari ketua tim, Konohamaru.
Boruto semakin mempercepat larinya saat Mitsuki dan Sarada sudah masuk dalam penglihatannya. "Ohayou minna!"
"Ohayou!"
"Kau datang paling akhir Boruto!"
"Yang penting tidak terlambat."
Sarada, gadis cantik berambut hitam itu mendengus mendengar jawaban santai Boruto. Kalau dulu di tim 7, Naruto dan Sasuke yang sering bertengkar. Maka sekarang Boruto dan Sarada lah yang sering bertengkar.
"Kenapa kalian selalu bertengkar?" Konohamaru datang dan langsung bertanya.
"Tidak ada yang bertengkar sensei! Dari pada itu, sebaiknya kita langsung latihan ttebasa! Kau berjanji akan mengajari jurus baru kan?"
"Hah, baiklah. Sekarang ayo kita ke hutan timur."
"Memang kita mau berlatih apa sensei?"
"Ah, pertanyaan yang bagus Mitsuki. Kita akan berlatih memusatkan cakra dikaki agar bisa berjalan dipohon. Jadi, ayo berangkaaattt!"
Hening.
Teriakan semangat Konohamaru yang terlalu over hanya mendapat tatapan bosan dari ketiga muridnya. Membuatnya langsung menunduk seketika. Hei, dimana semangat api digenerasi yang baru?
. . .
"Permisi, ada apa ini?"
Konohamaru bertanya pada salah satu penduduk saat mereka menemukan keramaian saat dalam perjalanan menuju hutan timur.
"Itu, ada anak yang terluka karena serangan beruang ganas dihutan timur." Jawab salah satu penduduk.
"Beruang lagi?" ucap Sarada dan Boruto bersamaan. Kenapa mereka sering kali berurusan dengan binatang itu? terakhir kali mereka menangkap beruang yang seperti panda, atau panda yang seperti beruang, entahlah. Perdebatan itu masih belum menemukan akhir antara Boruto dan Sarada.
Setelah bertanya-tanya, Konohamaru kembali menghadap ketiga muridnya. "Ehm," dia berdeham singkat. "Baiklah, ini mungkin bukan misi. Tapi tidak ada salahnya kan jika kita membantu menangkap beruang itu agar para penduduk bisa lebih tenang dan selamat?"
"Lalu bagaimana dengan latihannya sensei?"
"Tenang saja, aku akan menangkap beruang itu sendirian dengan cepat. Jadi setelah itu kita bisa langsung latihan ttebasa!"
"Lagi-lagi kau selalu saja sombong Boruto." Sarada menyela kesal.
"Itu benar kan? Serahkan pada anak Hokage ke-7."
"Tidak usah bawa-bawa Hokage, Mitsuki, dia bahkan tidak mau menjadi Hokage."
"Tanpa menjadi Hokage pun, menangkap beruang itu urusan kecil ttebasa."
"Kau selalu saja besar bicara."
"Sudahlah, lebih baik kita segera berangkat kan?"
. . .
Saat ini, mereka sedang mencari keberadaan beruang itu dengan membentuk dua kelompok, Sarada dan Boruto, sedangkan Mitsuki dan Konohamaru. Mereka berencana mengepung beruang itu dan menangkapnya ditengah-tengah.
"Boruto," bocah pirang itu menoleh saat teman perempuannya memanggil secara bisik-bisik. "Apa kau mendengar sesuatu? Rasanya ada yang memperhatikan kita dari balik semak-semak itu."
Boruto melihat arah telunjuk Sarada yang mengarah ke suatu semak-semak tinggi. "Mungkin saja itu beruangnya. Ayo kita ke sana."
"Hei tunggu," Sarada menarik tangan Boruto saat bocah pirang itu ingin melangkah mendekat. "Aku merasakan adanya cakra. Seekor beruang tidak mungkin punya cakra."
Boruto mengernyit, apa itu memang bukan beruang? Lalu siapa? Tidak mungkin ada penduduk yang masih mau datang ke hutan saat ada beruang liar di sana. Setelah berpikir sejenak, dia mengeluarkan suriken dari tasnya.
"Apa yang mau kau lakukan?"
"Tentu saja bersiap-siap, kalau mereka berbahaya, kita bisa menyerang lebih dulu."
"Menyerang? Lebih baik kita pergi saja."
"Apa yang kau katakan Sarada? Sebagai shinobi, kita tidak boleh takut pada apapun."
"Tap –"
"Hei, siapa disana?" Boruto langsung berteriak dan memotong perkataan Sarada. "Keluarlah, atau pergi!"
Tidak ada jawaban, dan itu membuat putra Hokage itu sedikit kesal. Dan dengan tiba-tiba dia melempar kunainya kearah semak-semak itu.
Triingg… tap..
Suara kunai yang ditangkis dan menancap dipohon membuat mata Sarada melebar. "Boruto apa yang kau lakukan? Disana ada orang, bagaimana kalau mereka orang jahat?"
"Sudah tenanglah, akan aku lawan mereka."
"Ho.. rupanya kau berani juga ya, bocah!" dua orang keluar dari sana dengan tatapan tajam yang mengarah pada Boruto dan Sarada. "Kami sudah membiarkan kalian, tapi sepertinya kalian sendiri yang cari masalah."
"Mungkin mereka ingin cepat mati." Salah satu dari orang itu menjawab."Baiklah, kita kabulkan saja keinginan mereka –hei tunggu…"
Boruto dan Sarada langsung melompat dan berlari diatas pohon. Kedua orang tadi langsung mengejar karena takut jika orang lain tahu keberadaan mereka.
Mereka adalah perampok-perampok yang juga memiliki cakra dan pandai menggunakan senjata. Mereka berada dihutan itu untuk bersembunyi sembari menunggu teman mereka yang masih mengurus beberapa barang hasil rampokan. Awalnya mereka sengaja berdiam diri, tapi lemparan suriken Boruto tadi hampir mengenai kepala mereka sehingga membuat mereka marah.
Disisi lain, Boruto mengumpat kesal saat Sarada menariknya paksa untuk kabur. Dia ingin melawan tapi gadis itu malah mengajaknya lari. Dengan menggerutu dia akhirnya mengikuti langkah Sarada yang berlompatan didahan pohon. Dia berpikir untuk mencari Konohamaru dan Mitsuki baru melawan orang-orang tadi.
"Hei tunggu bocah."
"Sial!" dia mengumpat lagi saat suara menjengkelkan itu terdengar. "Sarada, sebaiknya kita lawan mereka. Jumlah kita pas."
"Aku bisa merasakan kalau cakra mereka lebih besar dari kita Boruto. Sebaiknya kita cari Konohamaru-sensei dan Mitsuki."
"Ck!" Boruto hanya berdecak kesal.
Set… "Aaakhh.."
"Sarada!"
Bruuk..
Beberapa suriken di lempar ke arah mereka. Membuat tangan dan kaki Sarada terluka hingga terjatuh. Boruto dengan cepat melompat dan menangkap Sarada. "Sarada kau tidak apa?"
"Ya, tidak apa. ugh.."
Boruto melihat tangan dan kaki Sarada terluka dan mengeluarkan darah, dan tiba-tiba saja dia menjadi lebih kesal pada orang –orang itu. "Sial," dia berdiri dan berbalik untuk membalas tapi Sarada segera menarik tangannya.
"Jangan Boruto."
"Lepas Sarada. Mereka membuatmu terluka. Aku tidak akan diam saja. Aku akan balas mereka yang sudah berani melukai mu."
"Tapi Boruto.."
Tap tap..
Boruto dan Sarada menoleh. Kedua orang itu sekarang berdiri dihadapan mereka dengan tersenyum. "Bagaimana? Mau kabur lagi?"
"Heh, kalian yang cari masalah tapi kalian yang kabur. Dasar bocah!"
Kemarahan Boruto semakin naik saat dibilang seperti itu. "Sialaaan.." dia membentuk segel. "Kage bunshin no jutsu!"
Pof pof pof.. tiga bayangan muncul disisi kiri dan kanannya. "Lawan aku kalau berani."
"huh, baru bisa jurus bayangan saja kau sudah sombong bocah."
"Aaaaaa…." Boruto dan bunshinnya berlari dan menyerang. Dua bunshin Boruto melawan satu perampok, dan dua lainnya juga melawan satu perampok.
Boruto menendang perampok itu, tapi dengan cepat dihindari sementara bunshinnya mencoba meninju wajah perampok itu, dan… buakh.. kena.
"Brengsek!" perampok itu mengumpat kesal saat tinjuan bunshin Boruto membuatnya terjatuh. Dia mengambil pedangnya dan kembali menyerang.
Ting ting ting…
Boruto dan bunshinya menangkis setiap tebasan pedang itu, membuat perampok itu semakin marah. Dia berputar dan langsung menyerang bunshin Boruto… set.. pof… bunshin Boruto menghilang. Tapi perampok itu tidak menyadari kalau Boruto asli sudah membuat rasengan. Dia berbalik.
"Rasengan!" Boruto melempar cahaya berputar itu kearah sang perampok. Tapi saat cahaya biru itu menghilang, sang perampok tersenyum.
"Cih, sepertinya jurusmu belum sempurna." Perampok itu mengejek, tapi Boruto malah tersenyum. Syuu,, crak.. "Aaaggrrr…" duakh.. brak..
Rasengan itu mengenai dada sang perampok sehingga perampok itu mundur sampai menabrak pohon. Yah, perubahan bentuk yang unik pada rasengan Boruto membuat rasengan itu tampak menghilang sebelum akhirnya menyerang tanpa terlihat.
"Yosha!" dia berteriak senang saat perampok itu terkapar.
"Kyaaa…" tapi teriakan Sarada membuatnya kaget dan langsung melesat menuju tempat Sarada tadi. Matanya melebar saat satu perampok yang lainnya tadi sedang berlari sambil mengacungkan kunai kearah Sarada.
Secepatnya dia berlari dan berdiri didepan Sarada yang terduduk di samping pohon. Membuat serangan kunai perampok itu terkena punggungnya. Sama seperti saat Naruto melindungi Tsunade dari serangan Orochimaru dulu.
"Akh.."
"Boruto!"
"Heh, dasar bocah." Perampok yang berhasil mengalahkan dua bunshin Boruto tadi langsung menyerang Sarada yang terluka, tapi dia menjadi sedikit kesal saat Boruto melindungi gadis itu. "Minggir dan mati saja kau."
Perampok itu menarik kunainya dan berniat menusukkan kembali ke punggung Boruto. Tapi putra Hokage itu berbalik dan segera menahan dengan tangannya serangan kunai sang perampok juga menahan tangan perampok itu dengan sebelah tangannya. Sementara sebelah tangannya lagi mengeluarkan rasengan.
"Beraninya kau.." suaranya mendesis marah pada perampok itu, "..beraninya kau menyerang Sarada! Rasakan ini,," dia mengarahkan rasengan itu ke perut sang perampok. "Rasengaaaann!" hal yang sama yang pernah Naruto lakukan saat pertama kali melawan Kabuto.
"Aaaaggrrr…" bruak.. perampok itu terpental dan menabrak pohon di belakangnya. Sepertinya pingsan seketika.
"Hah… hah.. hah.." bruk..
Boruto jatuh dengan nafas memburu. Tenaganya serasa habis, ditambah lagi luka dipunggung dan tangannya terasa begitu perih. Melihat hal itu Sarada dengan susah payah bangkit dan menghampiri Boruto.
"Boruto! Boruto bangun,, hoi Boruto.."
Safir biru itu terbuka sedikit saat Sarada menaruh kepala bersurai pirang itu ke pangkuannya. "Sarada… apa kau tidak apa?"
"Baka, aku baik-baik saja, justru bagaimana dengan kau. Kau terluka."
"Tidak apa… akh.. ini bukan masalah,, ttebasa!" bocah pirang itu tersenyum dengan bibirnya yang mengeluarkan darah.
Tap… tap.. tak lama Konohamaru dan Mitsuki datang dengan membawa seekor beruang yang tidak terlalu besar dan terlihat sudah tepar.
"Boruto, Sarada, ada apa ini?"
"Sensei,, tolong Boruto, dia terluka. Tadi ada orang-orang yang menyerang kami lalu Boruto melawannya tapi dia sekarang terluka."
"Astaga! Sebaiknya cepat kita bawa ke rumah sakit." Konohamaru langsung membawa Boruto yang sudah pingsan. "Apa kau juga terluka?" Sarada mengangguk, "Mitsuki, bantu Sarada."
"Aku tahu." Mitsuki menghampiri Sarada dan membantunya berdiri. "Ayo Sarada!"
Mereka berempat pergi. Meninggalkan dua perampok dan satu beruang yang tidak sadarkan diri. Setengah jam kemudian, pihak penolong datang untuk membawa perampok dan beruang itu ke desa.
. . .
Esoknya…
"Sarada-nee?"
"Hai Hima. Anoo… apa kakakmu ada?"
Himawari tersenyum saat mendapati wajah malu-malu Sarada yang berkunjung ke rumahnya. Dia tahu jika gadis Uchiha itu ingin menjenguk kakaknya yang terluka. Memang, luka mereka tidak terlalu parah sehingga setelah di obati di rumah sakit, mereka berdua bisa langsung pulang. Luka Sarada yang lebih kecil, membuatnya sudah bisa berjalan dan memutuskan untuk menjenguk Boruto.
"Ada, dia sedang istirahat di kamarnya." Hinata datang dan menjawab pertanyaan itu, "Masuklah Sarada-chan. Dia mungkin akan senang saat kau datang."
"Oh, i-iya Bibi." Gadis itu agak grogi saat berhadapan dengan Hinata. Dia melihat Hinata sebagai sosok wanita yang lembut dan hangat. Dan dia tahu kalau Boruto hanya akan bersikap hangat saat bersama Ibu dan Adiknya.
Dia melangkah ragu menuju kamar Boruto yang ada di lantai dua. Itu pertama kalinya dia berkunjung ke kediaman Uzumaki. Ditangan kanannya ada sekantong buah jeruk. Sebenarnya dia ingin membawa bunga awalnya, tapi saat mendapat tatapan menggoda dari Ibunya, dia langsung menaruh kembali bunga itu dan meraih sekantong buah jeruk kesukaan teman pirangnya itu.
Tok tok tok..
"Masuk!"
Ceklek.. pintu itu terbuka. Membuat Boruto yang sedang membaca komik menoleh. "Sarada?"
"Hm,, aku.. membawa sedikit buah." Gadis itu merasa aneh jika ingin mengatakan menjenguk. Jadi dia menggunakan alasan buah untuk bisa berkunjung.
"Hm?" Boruto berkedip, "Itu alasan yang aneh. Tapi tidak apa, aku suka buah-buahan apalagi jeruk. Kemarilah!"
Sarada melangkah masuk dan duduk di kursi yang ada, dia menaruh buah itu ke atas meja dan mengambilnya satu. "Ini," dia memberikan buah itu pada Boruto.
"Akh.." tangan Boruto yang terjulur untuk mengambil buah itu membuat punggunya terasa sakit.
Sukses membuat Sarada sedikit panik, "Kau tidak apa?"
"Tidak apa, punggungku sedikit sakit."
"Hah, dasar." Gadis itu mendekatkan kursinya dan mengupas jeruk itu. Dengan teliti dia membersihkan buah itu sebelum memberikannya pada Boruto. "Ini, tinggal dimakan."
"Aku bisa membukanya sendiri ttebasa. Tanganku tidak sakit."
"Sudah jangan cerewet," gadis Uchiha itu memaksa Boruto memakan buah yang ada ditangannya, "Karena kau sakit gara-gara aku, jadi kupikir tidak salah kalau hanya me-menyuapimu buah jeruk."
Wajah cantik itu sedikit merona, tapi suasana kamar Boruto yang sedikit gelap membuatnya tidak terlihat, begitu pula dengan Boruto. Entah kenapa wajahnya memanas saat Sarada lagi-lagi menyuapinya dengan sabar.
"Maaf.." Boruto mengernyit saat gadis itu meminta maaf, seingatnya Sarada tidak punya salah. "Maaf karena aku tidak percaya padamu. Kalau saja kita melawan perampok itu berdua dari awal tanpa perlu kabur, mungkin aku tidak akan terluka dan juga bisa membantu. Tapi.."
"Hei sudahlah, itu bukan salahmu. Memangnya siapa yang mau terluka. Walaupun kau tidak terluka, aku bisa kok menghadapi mereka sendiri. Jadi tidak perlu meminta maaf." Sarada menunduk mendengarnya. Mungkin Boruto memang sombong saat mengatakan kalau ia bisa mengalahkan perampok itu sendiri, tapi tetap saja, Boruto melakukan itu untuk melindunginya.
"Seharusnya aku yang minta maaf," kepala bersurai hitam itu mendongak dan tatapan mereka bertemu. "Aku minta maaf karena tidak bisa melindungimu, sampai kau terluka. Kalau saja aku tidak mencari masalah dengan perampok itu. Mereka juga tidak akan menyerang."
Sarada tetap diam dan itu membuat suasana mereka canggung. Tapi gadis itu masih tetap mengupas jeruk dan menyuapinya pada Boruto.
Setelah beberapa menit kemudian, Sarada kembali menatap safir Boruto dengan mantap, membuat pemuda pirang itu sedikit salah tingkah. "Terima kasih, Boruto!"
"Em, ya, itu… tidak masalah.. hehehe.."
"Aku janji, aku akan lebih sering berlatih agar tidak merepotkanmu lagi. Saat aku sudah lebih kuat dan saat aku manjadi Hokage nanti, kau tidak perlu repot melindungi aku lagi."
"Hei, aku sudah bilang, saat kau menjadi Hokage nanti, aku akan menjadi Shinobi yang membantumu. Aku akan tetap melindungimu."
Sarada menunduk lagi, "Tapi jika begitu, berarti aku tetap lemah."
"Siapa bilang," tatapan mereka kembali bertemu. "Bukankah kau ingin menjadi Hokage seperti Ayahku? Dan aku ingin menjadi Shinobi seperti Ayahmu. Walau paman Sasuke sering membantu dan melindungi Ayahku, bukan berarti kalau Ayahku lemah. Begitu juga sebaliknya, mereka saling membantu dan saling melindungi. Jadi percayalah kalau kau itu juga kuat."
Sarada tertegun, benar! Ayahnya dan Hokage juga sering saling melindungi dan saling membantu. Dan dia yakin kalau Ayahnya juga Hokage adalah orang-orang yang kuat.
"Benarkah?"
"Hm… kau harus percaya pada dirimu sendiri."
Sarada terdiam dan menatap safir biru Boruto dengan intens, 'Tapi aku lebih percaya padamu, Boruto.' Ucapnya dalam hati.
Dia tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih."
"Huh," Boruto mendengus saat melihat Sarada yang tersenyum dan berterima kasih terlihat sangat manis. "Kau tidak cocok bersikap manis seperti itu." lanjutnya pelan.
"Apa? siapa yang manis?"
"Tidak ada."
"Bohong, tadi kau bilang 'manis', siapa yang manis?"
"Jeruknya manis."
"Benarkah? Kau mau lagi? Akan aku kupaskan lagi."
Blush.. "Ti-tidak usah ttebasa! Aku bisa mengupas dari memakannya sendiri."
"Tidak usah malu-malu begitu kan?"
. . .
Pertengkaran kecil mereka, membuat dua orang dibalik pintu tersenyum dengan kamera ditangan. Dua orang berambut indigo.
.
.
.
END
Baiklah… disini aku buat Hinata dan Himawari jadi tukang intip. :D
Gimana menurut readers chapter ini? apakah feel BorutoSarada terasa? Atau kurang? Aku berencana membuat lanjutannya di chapter 7 atau 8 nanti. Saat mereka sudah dewasa. Karena fic ini bakal aku buat 10 chapter. Tentang Boruto dua chapter, Himawari mungkin tiga chapter, dan lainnya Naruhina.
Oh ya, tentang pertarungan tadi. Aku nggak terlalu jago buat yang begituan, jadi aku nyontek beberapa adegan saat pertarungan Naruto di episode pertarungan Sannin.
Dan… rencananya chapter depan aku mau buat tentang Himawari. Cocoknya sama siapa? Shikadai, Mitsuki, atau Inojin? Boleh kasih saran pairing atau ide cerita. Dan setiap chapter bakal tetap aku masukin romansa NaruHina sebagai pairing utama.
Oke, segitu aja. Semoga suka dan tidak mengecewakan.
Salam, Rameen

1 comment: