Monday, 4 July 2016

Uzumaki Family (Chapter 2)

Chapter 2
Uzumaki Family
Cooking With You By Rameen
Disclaimer By Masasi Kisimoto
[U. Naruto x H. Hinata] U. Bolt., U. Himawari
Romance dan Family
Note : OOC, Typo, Gaje, oneshot, setting cerita Naruhina masih pacaran
Pagi yang cerah menyambut hari bagi seluruh warga Negara Api. Bukan hanya Negara api, tapi seluruh bumi. Kicauan burung yang bernyanyi dan udara segar pasca hujan semalam terasa menyejukkan dan menyegarkan. Banyak yang sudah beraktifitas dirumah dan ada juga yang masih dalam misi –bagi para shinobi tentunya.
Namun tidak bagi shinobi satu ini, dia tidak ada misi dan memutuskan untuk menjalani pagi cerahnya dengan berjalan-jalan sambil mencoba beberapa makanan untuk sarapan.
"Yo Naruto!" seorang pedagang menyapanya, "Sedang jalan-jalan pagi?"
"Iya paman, berhubung tidak ada misi."
"Oh, sudah sarapan belum?"
Naruto menggeleng sambil nyengir. "Belum paman, ini rencananya mau ke Ichiraku saja buat sarapan."
"Kau suka sekali ramen ya." Naruto hanya nyengir semakin lebar karena perkataan pedagang itu, "Tapi aku punya onigiri buatan istriku. Apa kau mau mencoba?"
"Benarkah? Tapi itukan untuk paman."
"Tidak apa, aku sudah kenyang. Dia membawakannya banyak sekali tadi. Ini.." paman itu memberi sebungkus kantung berisi onigiri. "..semoga enak dan kau suka. Biasanya aku membuatnya bersama istriku, tapi tadi dia bilang kalau itu buatannya sendiri khusus untukku. Hahaha…" sepertinya pedagang itu senang sekali mendapat masakan khusus sang istri.
"Wah, arigatou paman. Sepertinya paman dan istri paman mesra sekali ya? Apa memasak bersama itu bisa jadi hal yang menyenangkan, paman?"
"Yah, begitulah. Coba saja kau masak bersama kekasihmu, pasti akan terasa semakin akrab dan menyenangkan."
"Hehe,, begitu ya. Baiklah akan aku coba nanti. Aku permisi ya paman, terima kasih onigirinya ttebayo."
"Ya sama-sama."
Naruto kembali berjalan dengan senyum senang saat dia berpikir tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk sarapan. Tak lama kemudian dia melihat kekasihnya yang seperti baru saja selesai belanja, siapa lagi kalau bukan sang sulung Hyuuga yang sudah menjadi kekasihnya sebulan ini.
"Hinata-chan.."
Gadis berambut indigo panjang itu berhenti dan menoleh. Seulas senyum hadir diwajahnya saat melihat sang pujaan hati menghampirinya. "Naruto-kun, ohayou!"
"Ohayou Hinata-chan.. hehe. Kau baru selesai belanja?" Hinata mengangguk menjawab pertanyaan Naruto. "Wah, kau rajin sekali ya. Masakanmu juga enak. Kau pasti akan jadi istri yang baik nantinya dattebayo."
Seketika wajah Hinata merona malu. Sementara Naruto yang baru menyadari ucapannya hanya tertawa canggung sambil menggaruk tengkuknya. "Eh, kau… mau memasak apa?" ujarnya mencairkan suasana.
"A-aku hanya memasak biasa saja untuk makan siang. Beberapa ikan dan udang, juga sayur."
"Oh, pasti enak ya?" Naruto menatap belanjaan Hinata penuh harap.
Hinata tersenyum melihatnya, "Naruto-kun mau mencoba masakanku nanti?" Naruto hanya tersenyum lebar, "Nanti akan kuantar ke apartemen Naruto-kun untuk makan siang."
"Ngg itu.." Naruto teringat kata-kata pedagang tadi kalau memasak bersama itu sepertinya menyenangkan. "..apa kau mau jika…"
Hinata mengerutkan keningnya penasaran akan sikap gugup Naruto. "Jika…?" tanyanya ulang meminta terusan dari kalimat pemuda pirang itu.
"Jika memasaknya di apartemenku ttebayo. Kita masak sama-sama."
"Eh?" Hinata merona karena kalau dia mau berarti mereka akan menghabiskan waktu memasak berduakan. Memang hubungan mereka sudah berjalan sebulan sejak saat dibulan waktu itu. Tapi mereka masih menjalaninya dengan malu-malu.
Belum lagi kalau ada misi yang membuat mereka jadi jarang bertemu. Tapi Hinata berpikir kalau tidak ada salahnya jika mereka menghabiskan waktu bersama saat tidak ada misi. Pelan dia mengangguk, "Baiklah. Aku mau kok memasak di apartemen Naruto-kun."
"Benarkah?" Hinata tersenyum dan mengangguk. Membuat senyum Naruto semakin lebar." Baiklah, ayo, Hinata-chan!"
. . .
Disinilah mereka sekarang, berdua didepan dapur dalam apartemen Naruto. Hinata mulai mengeluarkan belanjaannya dari keranjang dan menaruhnya ke atas meja.
"Hinata-chan, sayurnya banyak sekali. Ini apa ttebayo?"
"Itu sayur bayam Naruto. Sayur iru bagus untuk kesehatan dan pencernaan."
Naruto mengangguk puas karena kekasihnya itu juga pintar dalam hal gizi. "Jadi, apa yang bisa aku bantu?"
"Kau bisa mengupas dan memotong kentangnya?"
"Tentu saja ttebayo. Serahkan padaku!"
Limat menit kemudian, "Naruto-kun, itu untuk sup, jangan mengirisnya terlalu tipis dan kecil seperti itu."
"eh? Maaf Hinata, aku tidak tahu."
Hinata hanya tersenyum dan mengambil sebuah kentang, "Begini caranya.." dia memberi contoh untuk Naruto tapi yang diperhatikan pemuda itu justru wajahnya. "Kau bisa?" Hinata menatapnya yang membuatnya tersentak dan buru-buru melihat contoh yang diberikan Hinata.
"Oh begitu, aku mengerti." Dia kembali mengambil alih pekerjaan itu.
Kreseeekk..
Eh? Apa itu? Kresek.. Naruto terkejut dan penasaran tentang apa itu. Dia mencoba melihat dan sebungkus kantong asoy hitam bergerak kembali. Keningnya berkerut penasaran. Dia meraih kantung itu dan membukanya, seketika…
"Huuwaaa,, Hinata-chan ikannya melompaaatt…"
..klepek klepek.. ikan itu melompat-lompat karena tidak ada air.
"Naruto-kun, jangan teriak." Hinata dengan gesit mengambil ikan itu, "Ikannya memang kubeli yang masih hidup biar segar."
"Begitu?" Naruto kembali mendekat setelah tadi dia sempat mundur jauh karena tiba-tiba ikannya melompat dari dalam kantung. "Lalu bagaimana memasaknya ttebayo..?"
"Begini.." Hinata menaruh ikan itu dan mengambil anak batu dan menutus kepala ikan itu sekali dan kuat membuat ikan itu mati seketika. "..nah baru bisa dibersihkan." Hinata berujar riang tanpa menyadari Naruto yang menatap horror dirinya yang membunuh ikan dengan begitu mudahnya.
'Ugh, jangan sampai aku mencari masalah dengan Hinata.' Gumam Naruto dalam hati sembari menelan ludah.
"Naruto-kun, bisa kau potong kacang panjangnya juga? Begini caranya.." Hinata langsung memberi contoh agar Naruto tidak salah lagi.
"Yosh,, pasti akan kubereskan.." dia nyengir lebar membuat Hinata tersenyum. "Ne Hinata, bukankah ini menyenangkan?"
"Menyenangkan?"
"Iya, memasak berdua begini ternyata romantis ya. Aah, aku tidak sabar. Kalau nanti kita sudah menikah, kita bisa melakukannya setiap hari kan?" Naruto dengan santai dan lancar bicara sambil memotong kacang panjang itu.
Sementara Hinata merona mendengar lamaran tidak langsung dari kekasihnya itu. Dia tersenyum malu-malu saat juga ikut membayangkan kehidupan pernikahannya dengan Naruto yang akan romantis nantinya.
"Ugh, Hinata-chan…" Hinata menoleh saat mendengar suara erangan sakit dari Naruto.
"Naruto-kun, kau kenapa?"
"..perutku sakit. Aku ke toilet dulu ya." Naruto langsung meninggalkan pisaunya dan berlari menuju toilet. Hinata berkedip dan menggeleng melihat tingkah lucu Naruto. Dia kembali fokus pada masakannya.
Sepuluh menit kemudian Naruto kembali dan melihat kalau semua sayuran sudah selesai dipotong. "Hinata-chan, kenapa sayurannya banyak sekali.." ujarnya lirih, dia memang tidak terlalu suka sayur.
"Kan sudah aku bilang kalau sayur itu bagus untuk kesehatan dan pencernaan Naruto. Kau harus memakannya juga agar seimbang dengan makanan lainnya."
"Eh? I-iya ak-aku suka makan sayur kok.. hehe" dia waspada saat Hinata sudah mulai mengoceh dan memandangnya dengan mata yang sedikit aneh, kilasan tentang ikan saat nyawanya melayang tadi kembali berputar dengan cepat. Ditambah lagi posisi pisau yang dipegang Hinata erat.
"Aku suka makan sayuran. Ini lihat… aku suka makan wortel," grutuk grutuk, suara wortel mentah yang keras yang dikunyah membuat Hinata sedikit mengernyit, "Aku juga suka kentang.."
Dia meraih kentang dan memaksa menguyah dan menelan kentang mentah yang terasa aneh dilidahnya.
"Na-naru.."
"Tenang saja, aku juga suka kacang panjang ini…"
"Tapi itu kan –"
"…huwaa,,, pedaaasss!"
"…cabe hijau." Hinata menggaruk tengkuknya setelah melanjutkan kata-katanya yang sempat terpotong. Bukan salahnya kan, dia sudah berusaha memperingati tapi Naruto tidak mau mendengar.
Lagipula dia tidak menyangka Naruto bisa salah membedakan kacang panjang dan cabe hijau. Memang, Hinata memotong sayur-sayuran itu dengan bentuk potongan yang sama, warna sayur yang sama-sama hijau semakin memperburuk keadaan. Disamping itu, pengetahuan Naruto yang kurang terhadap sayuran juga mendukung.
Semenit kemudian setelah rasa pedas itu hilang Naruto menatap tajam setiap potong sayuran untuk melihat perbedaan satu sama lain. Dan benar saja kalau sayuran itu berbeda walau warna dan bentuk potongannya sama. Dia mengumpat kesal saat harus memakan cabe hijau yang entah kenapa sangat pedas.
"Sudahlah, lebih baik kau duduk dan menunggu saja. Biar aku yang menyelesaikannya."
"Heeeh,, mana bisa begitu. Aku sudah janji ingin membantumu, lagipula memasak bersama kan ideku."
"Tapi…"
Tok tok tok
Suara ketukan pintu memotong kata-kata Hinata –lagi. Membuat sepasang kekasih itu menoleh bingung. Naruto berjalan meninggalkan Hinata didapur.
Dia membuka pintu dan mendapati Shino yang berdiri tegap didepan pintu apartemennya. "Shino? Ada apa?"
"Hokage-sama memanggilmu."
"Kenapa?"
"Mungkin ada misi."
"Misi apa?"
"Entahlah!"
"Kenapa harus sekarang, apa tidak bisa nanti?"
"Katanya sekarang!"
"Apa kau juga ikut dalam misi ini?"
"…" Naruto mengernyit saat Shino tidak lagi menjawab, sebagai gantinya, pemuda pirang itu menatap horror puluhan serangga yang terbang dibelakang Shino. "Dipanggil Hokage. Sekarang!" mungkin Shino kesal dengan pertanyaan yang berturut-turut itu.
"I-i-iya ttebayo. A-aku mengerti." Ujarnya tergagap, jujur saja, kenapa Shino suka sekali mengancam dengan serangga? Naruto menghela nafas lega saat serangga itu menghilang dan Shino berjalan pergi. "Dia menakutkan ttebayo."
"Naruto-kun?" pemuda pirang itu menoleh saat Hinata menghampirinya. "Ada apa, itu tadi Shino kan?"
Naruto mengangguk, "Kakashi-sensei memanggilku. Mungkin ada misi."
"Kalau begitu kau harus segera pergi."
"Tapi acara memasaknya…"
Hinata tersenyum mendengar nada lucu dari Naruto, "Tidak apa, aku akan menyelesaikannya sendiri. Pergilah, siapa tahu penting."
"Hah, baiklah. Aku pergi dulu Hinata-chan." Hinata mengangguk. Naruto mulai berjalan pergi tapi dia kembali lagi.
"Kenapa, apa ada yang ketinggalan?" Lagi –Naruto mengangguk dan dengan cepat mencium kening dan pipi Hinata.
"Aku berangkat!" pemuda pirang itu tersenyum dan langsung melompat diatas atap-atap bangunan. Sementara Hinata, wajahnya memerah karena tersipu malu. Dia meraba pipinya yang tadi dicium Naruto.
Seulas senyum muncul dibibirnya, "Hati-hati, Naruto-kun." Ucapnya lirih.
. . .
Jam menunjukkan pukul 12.15 siang saat Naruto keluar dari gedung Hokage. Kakashi memintanya untuk memimpin para genin baru menangkap beruang liar yang lepas ke desa dan menyerang beberapa penduduk.
Kruuyuukk..
"Lapar.." ucapnya. Dia mendongak dan menyipit saat sinar matahari menerpa wajahnya. "Hah, ini sudah siang. Hinata pasti sudah pulang."
Dia ingat kalau Hinata memasak untuk makan siang keluarganya. Itu berarti Hinata sudah pulang kan dengan membawa masakannya untuk makan siang keluarga Hyuuga. Naruto tertunduk lesu dan berjalan menuju rumahnya. Membayangkan dia akan kembali sendiri di apaertemennya, membuat semangatnya sedikit sedih.
Setelah sampai dia segera membuka pintu apartemennya, "Tadaima.." ucapnya lesu. Memang dia biasa mengucapkan kata itu saat pulang walau dia tahu tidak ada yang menjawab.
"Okairinasai.." Hinata muncul dari arah dapur dan tersenyum, sementara Naruto tersentak melihat Hinata yang ternyata belum pulang. "Kau sudah pulang? Apa kau lapar?"
"Hinata?" gadis itu mengangkat alis bingung saat Naruto menatapnya aneh, "Kau masih disini? Belum pulang? Bukankah kau memasak itu juga untuk keluargamu?"
Hinata tersenyum dan menggeleng. "Aku tadi meminta Konohamaru untuk mengantar masakan yang sudah jadi ke rumah, aku pikir tidak masalahkan untuk menyambutmu pulang sekali-kali."
Naruto tertegun, dia merasa hatinya menghangat saat ia menyadari kalau sekarang sudah ada Hinata disisinya yang akan mengisi kekosongan dan kesepiannya selama ini.
Greb, "Eh?"
Naruto langsung memeluk Hinata erat sambil tersenyum lebar. Dalam hati dia bertanya, 'mungkin inilah rasanya memiliki keluarga.'
"Naruto-kun?"
"Terima kasih. Terima kasih Hinata, karena kau sudah hadir dalam hidupku. Terima kasih karena kau sudah mau memasakanku makanan, sudah mau menungguku pulang, sudah mau menjadi orang yang menerima segala sikapku. Terima kasih." Dia mengeratkan pelukannya.
Hinata tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca saat Naruto senang dengan apa yang dia lakukan. Dia melakukan semuanya hanya untuk Naruto. Kekasihnya yang sangat dia cintai selama bertahun-tahun. Akhirnya dia bisa menggapai cintanya.
"Tidak apa Naruto-kun."
"Aku mencintaimu Hinata, sangat mencintaimu. Aku akan segera melamarmu dan menikahimu agar kau bisa selalu ada bersamaku."
Lagi, wajah Hinata merona. Dia mengeratkan cengkramannya dijaket Naruto. "Le-lebih baik ki-kita makan dulu Naruto-kun."
Pemuda pirang itu melepaskan pelukannya dan tersenyum. "Iya, ayo!" dia menggandeng tangan kekasihnya dan berjalan menuju dapur.
Dimeja makan sudah tersaji masakan-masakan yang membuatnya tambah lapar. Mereka duduk berhadapan. Hinata mengambilkan nasi dan sayur untuk kekasihnya. "Ini.."
"Terima kasih sayang.." ucap Naruto tersenyum polos, tidak sadar kalau kata-katanya sudah membuat wajah gadis dihadapannya memerah. Mungkin dia terlalu senang dan menganggap mereka sepasang suami istri sungguhan.
Ah, mungkin lain kali mereka harus sering memasak bersama.
. . .
10 tahun kemudian…
"Mama, Himawari potong wortelnya ya?"
"Iya sayang." Hinata dan putrinya sedang memasak untuk makan malam. Gadis kecil itu sangat suka membantu Ibunya memasak dan memamerkan masakannya kepada Ayah dan Kakaknya.
"Wah,, kalian memasak apa?" Naruto dan Boruto datang.
"Papa sudah pulang.." Himawari berlari memeluk Ayahnya yang langsung diangkat Naruto ke dalam gendongannya. "Apa misinya sudah selesai?"
"Iya, papa sudah pulang. tentu saja misinya sudah selesai. Papa kan hebat!" ujarnya bangga pada diri sendiri.
"Bohong Hima, Tou-chan tertangkap jebakan musuh dan diselamatkan paman Shikamaru tadi."
"Eh,, jangan bilang-bilang dong!" Hinata dan Himawari tertawa mendengarnya. Sementara Naruto hanya memanyunkan bibirnya melihat Boruto yang tersenyum senang menjahilinya.
Laki-laki dua anak itu menurunkan putrinya dan berjalan lebih dekat kea rah dapur. Melihat sayuran dan bahan-bahan masakan yang ada diatas konter dapur. "Kalian mau memasak apa?"
"Hima mau buat sushi dan ramen."
"Wah, enak dong."
Himawari mengangguk senang. "Juga sup dan tumisan sayur."
"Yosh, kalau begitu papa yang akan buat supnya ttebayo!"
"Jangaaaaannnn!"
"Eh?" Naruto cengok saat anak dan istrinya berteriak melarangnya. Apa ada yang salah sehingga mereka melarang sampai segitunya. "Kenapa?"
"Touchan, apa kau lupa bagaimana sup yang kau buat terakhir kali saat ulang tahunku?" Naruto memiringkan kepalanya bingung. Lalu ingatannya kembali ke sebulan yang lalu.
Flashback
"Nah, sekarang kita makan. Ini sup buatan touchan untuk kita semua."
"Yey.." Borut dan Himawari berteriak senang dan langsung mencoba sup itu, tidak terkecuali Hinata. Tapi baru sedetik sup itu masuk ke dalam mulut mereka. Raut wajah yang tersiksa muncul seketika.
"Jangan pernah.." ucap Boruto membuat Naruto mengernyit bingung, "..jangan pernah buat sup lagi. Jangan pernah!"
Dia berkedip memandang anak-anaknya dan istrinya yang tersenyum terpaksa. Dia meraih sendok dan mencoba sup nya sendiri. Sedetik kemudian dia langsung meraih air putih dan meminumnya. Demi Tuhan! Rasanya sungguh hancur.
Asin, pedas, dan rasa kunyit yang menyengat yang entah kenapa masuk ke dalam sup membuatnya mual seketika. "Benar, jangan dimakan!" ucapnya lirih sambil nyengir sementara yang lain hanya geleng-geleng kepala."
Flachback off
"hehehe…" Naruto tertawa sambil menggaruk tengkuknya saat mengingat kejadian itu. "Kalian benar. Sebaiknya Ibu dan Hima saja yang memasak."
"Sebaiknya kau dan Boruto bermain saja diluar atau menonton TV. Bukankah kau juga baru pulang? atau kau mau mandi dulu Naruto-kun?" suara lembut Hinata terdengar.
"Ehm,, Boruto apa kau mau berlatih?"
"Benarkah? Aku mau." Jawab bocah pirang itu cepat. Membuat kedua orang tuanya tersenyum.
"Aku akan mengajari Boruto berlatih dulu baru setelah itu mandi." Hinata mengangguk mengiyakan. Setelah itu Naruto langsung berjalan keluar bersama putranya.
"Ayah tahu? Aku sudah bisa jurus Kage Bunshin ttebasa!"
"Benarkah? Berapa bayangan?"
Mereka menjauh sambil bercerita meninggalkan Hinata dan Himawari didapur. Himawari menatap Ibunya dan Ibunya tersenyum, membuatnya ikut tersenyum. "Sekarang kita masak lagi."
"Hum." Gadis kecil itu mengangguk riang.
.
.
.
END
Gimana chapter ini? baguskah?
Chapter depan pairing BorutoSarada.
Semoga suka.
Salam, Rameen.

0 comments:

Post a Comment