Fanfic saya ambil dari fanfiction.net by Rameen
jika kalian tidak bisa membuka fafiction.net silahkan baca disini saja
Uzumaki Family
Otanjoubu omedetou Kaa-chan By Rameen
Disclaimer By Masasi Kisimoto
[U. Naruto x H. Hinata] U. Bolt., U. Himawari
Romance dan Family
Note : OOC, Typo, Gaje, oneshot dan #Hinata-Hime special untuk ulang tahun Hinata
"Tadaima..""Ah.. itu Oniichan.." Hinata tersenyum melihat putrinya yang langsung meloncat keluar begitu suara sang kakak terdengar.
"Okaeri Oniichan…" suara riang putrinya terdengar sampai ketempatnya. Dan tak lama kedua anaknya menghampirinya dan duduk di kanan dan kiri Hinata.
"Okaeri Boruto-kun." Hinata tersenyum sembari mengusap sayang kepala putranya. Boruto hanya nyengir atas perlakuan sang Ibu.
"Kaa-chan sedang apa?"
"Hanya membaca buku."
"Aku memainkan game Oniichan dan sudah sampai level tiga." Himawari berujar riang.
"Wah,, itu hebat Hima.." gadis kecil itu tersenyum lebar mendengar pujian kakaknya.
"Ne,, Kaa-chan.." Hinata mengalihkan pandangannya saat mendengar putranya memanggil dengan nada yang serius. "Tou-chan… bagaimana Tou-chan saat dia masih kecil dulu?"
Hinata Boruto tidak pernah bertanya apapun padanya tentang Naruto. Dulu Boruto dan Himawari selalu menghabiskan waktu dengan bermain bersamanya dan Naruto. Tapi semenjak suaminya menjadi Hokage, Boruto mulai berubah menjadi lebih dingin dan selalu mengeluh akan Ayahnya yang tidak pernah ada waktu untuknya.
Tapi sekarang Boruto sudah mulai memahami Ayahnya yang harus bekerja ekstra demi warga dan desa. Sejak peristiwa penyerangan Otsutsuki Momoshiki diujian chuunin kemarin sukses membuat Boruto menyadari betapa besar peran Ayahnya dalam keselamatan desa dan seluruh warga.
"Hm,, Tou-chan yang dulu ya?"
"Benar, Hima juga mau dengar.."
Hinata menatap anaknya bergantian lalu tersenyum. "Dulu… Touchan kalian adalah seorang anak yang selalu ceria dan tidak pernah putus asa. Dia berusaha sekuat yang dia bisa jika itu untuk menyelamatkan teman-temannya. Bagi Kaa-chan.. Touchan adalah penyemangat."
"Kata paman Sasuke,, dulu Touchan tidak bisa melakukan apa-apa. Apa itu benar Kaa-chan." Boruto menjadi penasaran akan bagaimana Ayahnya dulu sejak gurunya, Uchiha Sasuke mengatakan kalau Ayahnya adalah orang yang penuh dengan kelemahan.
"Mungkin?" Hinata menjawab ragu, karena baginya Naruto selalu bisa melakukan apapun sekalipun itu adalah hal yang mustahil. Walau semua temannya menertawakan Naruto saat masih di akademi dulu tapi bagi Hinata itu tetap luar biasa. Ah,, cinta memang buta.
"Kaa-chan, aku serius." Boruto menuntut.
"Sekarang kau sudah tahu kan kalau ada Kyuubi yang tersegel didalam tubuh Tou-chan?" Boruto mengangguk. Dia masih ingat saat dimana seekor rubah berekor sembilan keluar dari tubuh Ayahnya saat bertarung melawan Momoshiki sebelum akhirnya Naruto justru diculik Momoshiki.
"Yang Kaachan dengar, saat dulu touchan baru dilahirkan, Kyuubi menyerang desa. Dan Kakekmu yang saat itu adalah Hokage keempat mengorbankan nyawanya demi melindungi touchan dan desa. Dia menyegel Kyuubi ke dalam tubuh Touchan. Dan karena itu seluruh penduduk desa mengira kalau Touchan itu berbahaya dan akhirnya dia dijauhi serta dibenci oleh seluruh warga desa."
Himawari dan Boruto terdiam. Mereka tidak menyangka kehidupan Ayahnya dulu begitu menyedihkan. "Lalu.. bagaimana Touchan bisa jadi seperti sekarang?"
"Touchan kalian adalah orang yang pantang menyerah dan pekerja keras. Dia selalu berusaha dan berlatih agar menjadi lebih kuat dan bisa diakui oleh seluruh desa. Awalnya dia selalu menganggu penduduk desa agar setidaknya warga menyadari keberadaannya tapi seiring waktu berlalu, Touchan membuat warga desa menyadari keberadaannya dengan kekuatannya dan kepahlawanannya."
"Aku tahu, Papa menjadi pahlawan diperang terakhir. Benarkan Mama?" Hinata tersenyum dan mengangguk atas perkataan putri kecilnya.
"Touchan kalian tidak hanya pahlawan dalam perang terakhir. Sebelum itu, dia sudah mempunyai banyak teman dan menyelamatkan banyak orang dengan kebaikan hatinya dan juga kekuatannya. Bertahap, Touchan menjadi orang yang di akui dan di terima oleh semua orang."
Boruto menunduk dalam, dia masih tidak percaya akan kehidupan Ayahnya. Apa yang sudah ayahnya lewati sampai titik ini, dia masih ingin mengetahuinya. Dia berdiri dan berjalan menuju pintu. "Aku akan ke tempat Hokage."
.
Tok tok tok..
"Masuk!" pintu itu terbuka. Menunjukkan seorang pria yang duduk dibalik meja kerjanya dengan setumpuk dokumen di atas mejanya.
"Tou-chan.."
"Boruto? Ada apa?" Putranya menggeleng pelan. Dan memilih menatap wajah ayahnya sendu. Sang Hokage mengernyitkan keningnya melihat kelakuan putranya. "Kau kenapa?"
"Aku… hanya ingin melihat Tuan Hokage Ketujuh."
Naruto meletakkan dukomen yang ada ditangannya ke atas meja dan fokus melihat putranya. "Apa ada alasan lain?"
Diam. Mereka diam tanpa suara. Diruang itu hanya ada mereka berdua yang terdiam. "Aku…" menghela nafas sejenak, Boruto melanjutkan "..ingin melihat seorang anak yang dulu bukan apa-apa, sekarang menjadi seorang Hokage."
Naruto tersentak. Dia tahu kalau anaknya sedang membicarakan dirinya. Hanya saja, itu terlalu aneh. "Apa ada yang terjadi?"
"Kaa-chan bilang kalau kau dulu adalah sosok yang selalu berusaha pantang menyerah untuk mendapat pengakuan warga desa. Dan paman Sasuke bilang kalau kau dulu adalah orang yang penuh dengan kelemahan dan hebatnya tidak melakukan apa-apa."
Pandangan Naruto melembut ketika mendengar sahabat dan istrinya menggambarkan bagaimana dirinya dulu. Boruto pernah memintanya untuk bercerita tentang masa lalunya jika dia ada waktu. Tapi meski telah dua bulan sejak Boruto mulai memahami posisinya didesa, dia masih tidak ada waktu untuk sekedar duduk bercerita kepada kedua anaknya.
"Apa yang kulihat sekarang,, sulit membuatku percaya akan cerita itu. Sekarang kau seorang Hokage yang sangat kuat dan dipuja semua orang. Bagaimana mungkin masa lalumu begitu menyakitkan."
"Kau percaya dengan apa yang kau dengar?"
Boruto menatap lekat Ayahnya, "Ibu tidak mungkin berbohong dan sepertinya paman Sasuke bukan orang yang suka bercanda."
"Benar, mereka adalah tipe orang yang akan berbicara jujur. Dan apa yang kau dengar adalah kebenarannya. Seorang Hokage yang kini ada dihapanmu adalah seorang bocah nakal yang tidak bisa apa-apa dimasa lalunya."
Tatapan mereka terkunci. Sejak pengangkatan Naruto, mereka sudah sangat jarang punya waktu saling berbicara seperti ini. Dan Boruto akan mengingat setiap moment bersama Ayahnya sekarang.
"Dengarlah! Tidak ada yang mustahil. Kerja sama dan ketekunan yang selalu aku katakan bukanlah sebuah omong kosong. Kau hanya perlu berusaha sekuat yang kau bisa dan percaya pada dirimu sendiri serta orang-orang yang selalu ada untukmu. Dengan itu kau bisa meraih apa yang kau inginkan."
Naruto selalu menasehatinya dengan tegas. Dan dia selalu suka dengan cara Ayahnya. Senyum lebar tampil diwajahnya. "Ya! Aku akan mengingat pesanmu.. Touchan."
Naruto ikut tersenyum karenanya. Walau sebentar, setidaknya dia ada waktu bersama putranya. "Baiklah, itu cukup. Aku pulang dulu. Kalau memang ada waktu, pulanglah dan kita makan malam bersama dirumah."
Naruto mengangguk. Sebelum meraih pintu Boruto berbalik. "Jangan mengirim bunshin untuk makan malam!" dia mengingatkan Ayahnya. Dia masih ingat saat terakhir Naruto mengirim bunshin saat ulang tahun adiknya. Bukannya lancar tapi justru berantakan karena bunshin Naruto menghilang ketika sedang membawa kue sehingga kue itu jatuh dan… hancur.
Sang Hokage menghela nafas bersalah. "Maaf atas kejadian terakhir."
"Yah,, touchan sudah minta maafkan. Tapi kuharap Touchan tidak melupakan dan menghancurkan ulang tahun Kaachan nantinya. Jaa ne.."
Blam
Pintu tertutup, menyisakan Naruto yang menatap pintu itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Dia berkedip, ulang tahun Hinata? Benar, ulang tahun istrinya sebulan lagi. Dia menghela nafas untuk kesekian kalinya hari itu. Menatap dokumen yang menumpuk dimejanya.
'Dokumen sialan. Aku melupakan semuanya karena kalian.' Naruto membatin lirih.
"Yosh!" ucapnya semangat sedetik kemudian, "Aku akan makan malam dirumah malam ini." tangannya membentuk segel. "Kage Bunshin no Jutsu!"
Poof poof poof.. "Yosh,, kita selesaikan semua sebelum makan malam. Setuju?!"
"SETUJU!" seru Naruto-Naruto berjamaah.
.
Malam itu seperti yang diinginkan Naruto. Keluarga Uzumaki duduk dan makan malam bersama untuk yang pertama kalinya dalam dua minggu ini. Kesibukkan Naruto dua minggu ini dia bayar dengan menghabiskan waktu malam ini bersama keluarganya. Sang asisten dari klan Nara itu sudah pasti bisa diandalkan oleh sang Hokage.
Setelah makan malam, mereka duduk diruang keluarga. Menonton TV, bermain hingga bercerita banyak hal. Dari kisah Himawari tentang teman-teman barunya, pengalaman misi Boruto, sampai kisah masalalu Naruto dan Hinata.
Malam itu, Naruto kembali merasa hidup ditengah keluarganya. Sungguh, duduk sendiriran dibalik meja bertemankan dokumen yang membuat stress itu tidak pernah dia bayangkan dulu. Tapi sekarang dia mengerti, tugas Hokage bukan hanya mengandalkan kekuatan semata.
.
Naruto memasuki kamarnya setelah membacakan cerita untuk Himawari. Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam dan kedua anaknya sudah tertidur sekarang. Dia menatap istrinya yang memandang langit dengan tersenyum. Selain anaknya, dia juga tidak punya waktu untuk istrinya.
'..kuharap Touchan tidak melupakan dan menghancurkan ulang tahun Kaachan nantinya.'
Kata-kata Boruto terngiang ditelinganya dan beberapa saat kemudian sebuah ide terlintas dikepalanya. Dia tersenyum dan mulai mendekati istrinya.
"Anata..?" Hinata tersentak saat sepasang lengan kekar melingkari pinggangnya. Tapi kemudian dia tersenyum. Sudah lama Naruto tidak memeluknya tiba-tiba seperti ini. "Mereka sudah tidur?" suaminya mengangguk, "Mereka sangat senang kau pulang cepat malam ini."
"Aku tahu. Maaf karena selalu sibuk." Hinata menggeleng dan tersenyum. Naruto mengeratkan pelukannya dan menaruh dagunya dibahu Hinata, "Tadi Boruto ke kantorku,"
Lagi, Hinata mengangguk, "Apa yang dia katakan?"
"Dia bilang ingin melihat Hokage yang dulunya adalah anak nakal yang tidak bisa apa-apa."
Menghela nafas dan menggenggam lengan kekar suaminya, "Dan dia mengingatkanku agar tidak melupakan dan menghancurkan ulang tahunmu nantnya."
"Dia bilang begitu?" Naruto mengangguk.
"Jadi karena itu, untuk menunjukkan kalau aku tidak lupa, aku ingin memberikan hadiah sebagai bukti."
"Hadiah?"
"Tidak hanya untukmu, tapi juga untuk mereka.." Hinata mengerutkan keningnya tidak mengerti. Naruto tersenyum jahil padanya dan selanjutnya…
"Kyaa.." dia menjerit tertahan saat Naruto menggendongnya.. "Na naruto-kun.."
"Hadiahnya…" Naruto mendekat dan berbisik, "…memberikan mereka adik." Seketika wajah Hinata memerah dan Naruto langsung membawa tubuh istrinya ke ranjang dan menindihnya.
"Na naruto-kun,, tunggu…"
"Hm..?" Naruto langsung melumat bibir Hinata lembut. Hinata pasrah dan memejamkan matanya membalas ciuman itu. Tapi ketika ciuman Naruto beralih ke lehernya, dia kembali menolak.
"Na naruto-kun… he-hentik-an.. hgg.." dia mendesah ketika Naruto menciptakan kiss mark. "Ak-akuh.. ahh.. se-sedang datang bu-bulan.."
Berhenti. Naruto langsung berhenti dan mengeram frustasi. Ayolah, jarang-jarang dia punya waktu bersama sang istri, tapi kenapa harus hancur karena kondisi yang…
"Hah.." Naruto menghela nafas dengan wajah yang masih terbenam dileher Hinata, membuat Hinata merinding, dia mengecupnya sekali dan menjauh. Berbaring disampingnya dan menarik Hinata ke pelukannya. "..aku lelah… kita tidur saja.."
"Ma-maaf.." lirih Hinata bersuara. Naruto mendongakan wajah Hinata lalu kembali mencium bibir peach itu lama.
"Tidak apa.." ucapnya tersenyum, "Oyasuminasai, Hime.. Aishiteru."
"Oyasuminasai Anata.. Aishiteru moo." Malam itu,, mereka tertidur dengan senyuman.
.
Sebulan kemudian… 27 desember
"Aku yakin menaruhnya disini tapi kenapa tidak ada?" Wanita berambut indigo sepunggung itu kebingungan mencari sesuatu yang dia yakin… hilang.
Kretek..
Dia menoleh saat mendengar suara dari arah pintu.. dia keluar dari dalam kamar mandi, "Hima?" tidak ada orang disana.
Dia berjalan menuju kamar, sreeet… dia kembali menoleh. Suara aneh itu terdengar lagi.. "Boruto-kun?" lagi tidak ada suara yang menyahut. Dia kembali berjalan menuju dapur dan terdengar derap langkah kaki dari arah depan..
"Naruto-kun?" panggilnya lagi.
Oh ayolah,, dia yakin tidak ada hantu dirumahnya. Dia bisa saja menggunakan Byakugan,, tapi rasanya aneh mengintip rumahnya sendiri dengan cakra.
Gelap, ruang makan yang menyambung dengan ruang keluarga gelap. Bukankah tadi aku sudah menyalakan lampu? batinnya. Dia meraba saklar dan begitu dia menghidupkan lampu…
"Otanjoubu Omedetou Okaa-chaaaaannn…." Suami dan anaknya berteriak riang dengan kue yang sudah tersedia dimeja makan. Dia tersenyum dan menangis akan kejutan keluarganya..
"Kalian… Arigatou…"
Dia menghambur memeluk kedua anaknya dan Naruto memeluk mereka bertiga. Dia bahkan sempat lupa kalau ini hari ulang tahun tahunnya.
"Nah,, ayo kita tiup lilinnya Mama.." Mereka duduk dikursi meja makan. Setelah menyanyi lagu selamat ulang tahun, Hinata meniup lilin kue ulang tahunnya..
"Yeeyy…" teriak suami dan anaknya.
"Ini kado dari Hima untuk Mama.."
"Terima kasih sayang…" Hinata memeluk putrinya yang duduk disampingnya.
"Ini dariku.." kado Boruto menyusul. "Ne,, tou-chan.. kau tidak lupa kado untuk kaa-chan kan?" bocah pirang itu menatap tajam Ayahnya.
"Tentu saja tidak ttebayo.. Tou-chan bahkan sudah memberikan Kaa-chan hadiah.. dan hadiahnya juga untuk kalian." Naruto tersenyum lebar. Hinata mengernyit, dia belum bilang apa-apa pada suaminyakan?
"Apa Papa..?" Himawari berseru penasaran.
Naruto mengeluarkan sesuata dari sakunya dan,, "Tadaaa…" ucapnya riang sambil menunjukkan benda kecil persegi panjang dengan dua garis merah ditengahnya, tespack.
Wajah Hinata memerah sementara kedua anaknya mengerutkan keningya bingung. "Na na naru-to-kun.. dimana kau me-mendapatkan itu?" benda itu baru saja dicarinya tadi.
"Aku menemukannya diwastafel kamar mandi.. hehe.. aku sangat senang ttebayo.." ternyata Naruto yang telah mencuri benda yang dicari Hinata.. padahal dia ingin mengatakan itu langsung pada suaminya.
"Papa… itu apa?"
"Dan.. apa kegunaannya hingga itu bisa jadi hadiah untuk kaa-chan dan kami..?"
"Eh,, kalian tidak tahu?" Naruto kaget mendengar pertanyaan anak-anaknya. Hinata menepuk kening dan menghela nafas. Tentu saja itu bukan alat yang harus diketahui anak yang baru tumbuh remajakan? "Ini artinya…"
Boruto dan Hima menunggu sementara Hinata semakin merona. "…kalian akan punya adik baru!"
Kriik kriik… hening..
Himawari dan Boruto terdiam, setelah beberapa saat Himawari memeluk Ibunya. "Benarkah? Hima akan punya adik baru?" Hinata tersenyum dan mengangguk.
"Tou-chan…" Boruto berucap pelan tapi sukses mengalihkan tatapan yang lain padanya, "…kau mesum!"
"Eh.?!"
.
.
.
END
Nonton The Movie Boruto kemarin dan sekelebat ide langsung melintas saat melihat adegan demi adegan. Aku terharu saat Sasuke bercerita tentang Naruto ke Boruto. Aku sedih saat kue Himawari hancur dan seketika itu juga aku dapat ide untuk fic ulang tahun Hinata.Pas waktu Boruto minta ayahnya untuk sering bercerita tentang masa lalu, aku dapat ide untuk membuat cerita lain selain ulang tahun Hinata di fic ini. yah biar kesan keluarganya lebih terasa aja.
Dan aku memutuskan untuk membuat fic-fic Naruhina canon menjadi satu kategori dalam 'Uzumaki Family' termasuk fic 'Our Moments' dan 'Sasuke the Neko-chan' yang walau di fic 'Sasuke the Neko-chan' tokoh utamanya Sasuke, nggak papalah..
Fic ini juga bakalan kubuat masuk dalam kategori. Niatnya pengan buat kumpulan oneshot disini. Entar cerita tiap chapter berbeda tapi saling terhubung. Bakalan ada pairing BorutoSarada dan HimawariXBoys juga. Mungkin sampai 10 chapter nanti. Tapi bertahap tentunya.
Gimana menurut readers? Ada yang setuju dan mendukung niat saya kah?
Terakhir… Otanjoubu omedetou Hinata-hime…^^
Semoga suka.
Salam, Rameen
0 comments:
Post a Comment